Perusahaan-perusahaan
pabrikasi menyimpan tiga jenis persediaan bahan baku barang dalam proses, dan
barang jadi. Persediaan-persediaan ini dirancang untuk bertindak sebagai
penyangga sehingga kegiatan-kegiatan perusahaan tetap dapat berjalan mulus
kendalipun para pemasok terlambat melakukan pengiriman atau bilamana sebuah
departemen tidak mampu beroperasi selama beberapa waktu karena satu dan lain
hal. Namun penyimpanan persediaan-persediaan itu sudah barang memakan biaya
besar. Sistem JIT (just-in-time)
merupakan upaya untuk mengurangi atau menghilangkan persediaan (dengan
demikian, memangkas biaya-biaya perusahaan yang mengadopsi sistem JIT ke proses
produksinya mestilah merancang kembali fasilitas-fasilitas pabrikasinya dan
kejadian-kejadian yang memicu proses produksi. Just-in time merupakan suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen
mana segenap sumber daya,termasuk bahan baku dan suku cabang, personalia
fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan. Tujuannya adalah untuk mengangkat
produktivitas dan mengurangi pemborosan. JIT ini didasarkan pada konsep arus
produksi yang berkelanjutan dan mensyaratkan setiap bagian proses produksi bekerja
sana dengan komponen-komponen lainnya. Tenaga kerja langsung dalam lingkungan JIT dipertangguh
dengan perluasan tanggung jawab, yang berkontribusi pada pemangkasan pemborosan
biaya tenaga kerja, ruangndan waktu produksi. Metode produksi ini mensyaratkan
tidak adanya persediaan bahan baku karena bahan baku dan suku cadang
dijadwalkan untuk sampai ke pabrik dari pemasok hanya pada saat dibutuhkan saja.
Konsep Sistem JIT
Dalam
kondisi ideal, perusahaan yang menerapkan sistem persediaan JIT hanya membuat
bahan baku yang cukup untuk satu hari operasi dalam rangka memenuhi kebutuhan
hari itu. Selain itu, perusahaan tidak memiliki barang-barang yang masih dalam
proses pengolahan pada akhir hari kerja, dan semua barang yang di selesaikan pada
hari itu langsung segera dikirimkan pada para pelanggan sehingga tidak ada
barang-barang yang harus disimpan digudang perusahaan barang jadi. Terdapat
empat aspek fundamental JIT:
1. Menghilangkan
segala aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah bagi produk atau jasa, hal
ini mencakup aktivitas-aktivitas atau sumper-sumber yang menjadi sasaran untuk
pengurangan atau penghilangan (misalnya persediaan yang disimpan digudang dan
barang dalam proses yang ditumbuk berkali-kali sebelum menjadi barang jadi).
Aktivitas-aktivitas yang memberikan nilai tambah bagi bagi sebuah produk atau
jasa disebut aktivitas-aktivitas bukan nilai tambah, Sebagai contoh, waktu
pabrikasi (manufacturing time) sebuah
produk dapat dinyatakan sebagai berikut:
Waktu pabrikasi = waktu proses + waktu
interpeksi + waktu pindah + waktu
Waktu proses (process time) adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengkorversikan
bahan baku menjadi barang jadi, Walaupun sebagian besar orang menganggap bahwa waktu proses merupakan jumlah
dari banyak aktivitas tambah, keberadaan
inefisiensi atau aktivitas-aktivitas tidak produktif lainnya merupakan waktu
bukan nilai tambah. Konsep produksi JIT merupakan bangunan fundamental untuk
memangkas waktu proses. Banyak perusahaan yang mengorganisasikan pabrik mereka
secara fisik dengan tujuan menggalakkan waktu proses yang lebih cepat. Waktu
inspeksi (inspection time) adalah
lamanya waktu yang dihabiskan untuk memastikan bahwa produk bermutu tinggi. Pada
umumnya bahan baku dan komponen-komponen diinspeksi pada waktu kedatanganya.
Kemudian inspeksi juga berlangsung pada berbagai titik selama dan setelah
proses produksi. Sulit bagi manajemen untuk menentukan apakah prosedur-prosedur
inspeksi mengakibatkan biaya-biaya bukan nilai tambah untuk tampa memiliki
pengetahuan mendalam perihal teknologi produksi dan prosedur-prosedur inspeksi.
Waktu pindah (move time) adalah waktu
yang di butuhkan untuk memindahkan bahan baku atau produk yang sebagian rampung
dari stasiun kerja yang satu kestasiun kerja lainya. Waktu pindah merupakan
aktivias bukan nilai tambah. Memang diperlukan waktu pindah tertentu dalam
setiap proses produksi, namun penurutan yang benar krgiatan-kegiatan dan
tugas-tugas serta penerpan teknologiotomasi dapat menggunting waktu pindah
secara signifikan. Waktu antri (queue
time) adalah lamanya waktu tunggu suatu produk untuk dikerjakan, dipindahkan,
atau dikirimkan dari gudang pada pelanggan. Dari aktivitas-aktivitas tadi
satu-satunya aktivitas yang memberikan nilai tambah kepada sebuah produk adalah
waktu proses. Oleh karena itu dalam filosofi JIT waktu inspeksi, waktu pindah
dan waktu antri sebisa mungkin di hilangkan atau sekurang-kurangnya di pangkas.
Aktivitas-aktivitas yang perlu di hilangkan ini tidak memberikan nilai tambah
bagi produk, artinya menambah biaya produk namun tidak menambah nilai pasar
produk.
2. Komitnen
tinggi terhadap mutu melakukan secara benar segala sesuatunya sedari awal
adalah esensial manakala tidak ada waktu untuk mengerjakan ulang. Perusahaan
perlu memiliki komitmen untuk mencapai dan mempertahankan tingkat mutu yang
tinggi dalam semua aspek aktivitas-aktivitas perusahaan. Upaya perbaikan yang
berkelanjutan dalam efisiensi aktivitas-aktivitas perusahaan.
3. Perusahaan
perlu merancangkan komitmen terhadap perbaikan berkesinambungan (continuous improventent) pada semua
aktivitas perusahaan dan kegunaan data yang dihasilkan bagi manajemenya. Perbaikan
yang berkesinambungan adalah pengupayaan terus-menerus nilai yang kian besar
yang di berikan kepada pelanggan.
4. Penekanan
pada penyederhanaan dan peningkatan visibilitas aktivitas-aktivitas nilai
tambah, hal ini membantu untuk mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang tidak
menambah nilai.
Tujuan
pubrikasi JIT (JIT manufacturing)
adalah menghasilkan sebuah produk jika dibutukan dan hanya dalam kualitas yang
di minta oleh para pelanggan. Permintaan Pelanggan akan memicu pembelian bahan
baku dan penjadwalan produksi produk yang dibutukan pelanggan. Dalam lingkungan
JIT, arus barang-barang dikendalikan oleh pendekatan tarik untuk pengolahan
produk-produk. Sistem tarik bergerak dari tahap produksi akhir (yakni perakitan
produk jadi) kembali ke tahap awal produksi. Dengan kata lain tidak ada yang
diproduksi sampai adanya transaksi penjualan atau pemakaian dalam produksi. Visualisasi
pendekatan tarik ini disajikan dalam gambar yang memajukan diagram sederhana dari
proses produksi beberapa tahap. Aliran aktivitas pabrikasi digambarkan oleh
garis panah utuh yang menurun dari tahap I hingga ke tahap III (tahap akhir). Sungguhpun
begitu sinyal yang memicu aktivitas produksi dalam setiap tahap berasal dari
tahap produksi selanjutnya. Hal ini digambarkan oleh garis panah putus-putus
yang bergerak naik dari bawah ke atas.
Sistem tarik sangatlah berbeda dengan
sistem dorong yang lazim dipakai dalam sistem pabrikasi tradisional atau
konvensional. Dalam sistem konvensional yang memakai pendekatan dorong, ketika
sebuah stasiun kerja (workstation)
menyelesaikan jatah pemprosesannya atas sebuah gugus produk, produk-produk yang
baru di selesaikan tersebut akan didorong ke stasiun kerja berikutnya, terlepas
dari apakah stasiun kerja lanjutan itu siap atau tidak menerima masukan-masukan
produk setengah tadi. Akibat yang muncul adalah penumpukan persediaan yang
tidak diinginkan dari barang-barang setengah jadi yang mungkin saja tidak akan
terampungkan selama beberapa hari atau
bahkan beberapa minggu. Persediaan bahan baku dan barang jadi yang tinggi
mengakibatkan meningkatnya resiko kerusakan dan keusangan serta biaya
penyimpanan, asuransi, pendanaan, dan penanganan bahan baku dan barang jadi.
Penginspeksian bahan baku komponen-komponen dan barang jadi menjadi mahal pula.
Tidak pelak lagi, harga-harga produk akan melambung guna menutupi kenaikan
biaya-biaya tadi. Selain itu dalam pendekatan dorong, persediaan barang jadi
dibutuhkan pula sebagai penyangga manakala produksi. Karena satu dan lain sebab
lebih sedikit daripada yang diminta pasar. Sistem dengan pendekatan dorong ini
biasanya mengakibatkan tingkat persediaan barang tadi yang secara signifikan
lebih tinggi ketimbang sistem JIT.
Sistem JIT dan Implikasinya Terhadap Persediaan
Pada
saat perusahaan memiliki persediaan yang berlebih, sebab-sebab kelebihan itu
umumnya dapat ditelusuri kepada lima faktor. Pertama, perusahaan mungkin meyakini bahwa mereka membutuhkan
persediaan yang sangat besar dalam upaya menjaga jangan sampai kehabisan stok. Kedua, kesalahan-kesalahan mungkin
terjadi dalam produksi yang mengakibatkan menumpuknya bahan baku dan barang
jadi kesalahan seperti ini kerap terjadi bilamana bagian pemelian tidak
terkoordinasi dengan bagian produksi, atau ketika bagia pemasaran gagal
menjalin komunikasi yang tepat waktu dengan bagian produksi. Ketiga, stasiun-stasiun kerja mungkin
tidak terkoordinasi sehingga dapat megakibatkan barang-barang dalam proses
ditumpuk di gudang menunggu tahap pengolahan lebih lanjut. Keempat, departemen produksi perusahaan mungkin bersikeras terhadap
ukuran-ukuran gugus yang banyak dari suku cadang, subrakitan, dan barang-barang
jadi karena meyakini bahwa gugus yang banyak itu lebih ekonomis untuk diolah
ketimbang gugus yang sedikit. Kelima,
stasiun-stasiun kerja mungkin diarahkan untuk menghasilkan barang-barang yang
sebenarnya tidak diperlukan.
Melalui
aplikasi sistem JIT kelima sebab penyimpanan persediaan dapat di eliminasi
dengan hasil bahwa persediaan-persediaan bukan lagi merupakan faktor utama
dalam kegiatan perusahaan. Pembelian JIT (JIT purchasing) meminta para pemasok untuk mengirimkan suku cabang dan
bahan baku tepat waktu akan dipakai dalam produksi.kaitan-kaitan pemasok (suplir lingkages) adalah vital. Pasokan
suku cabang mestilah dikaitkan dengan produksi, sedangkan produksinya sendiri
terkait dengan permintaan. JIT mengeksploitasi kaitan-kaitan pemasok dengan
menegoisasikan kontrak-kontrak jangka panjang dengan beberapa pemasok terpilih
yang berlokasi sedekat mungkin dengan fasilitas produksi perusahaan dan
menjalin keterlibatan pemasok yang lebih mendalam. Hubungan tenaga kerja jangka
panjang yang erat di antara perusahaan dan para pemasoknya hendaklah saling menguntungkan
kedua belah pihak. Informasi jadwal produksi perusahaan diberikan kepada para
pemasok sehingga mereka dapat pula andil mengurangi persediaan dan biaya perusahaan.
Sistem JIT dan Akuntansi Manajemen
Pabrikasi
JIT mempunyai dua implikasi besar terhadap akuntansi manajemen. Pertama, akuntansi manajemen mesti
mendukung gerakan kearah pabrikasi JIT dengan memantau, mengidentifikasi, dan mengkomunikasikan
sember-sumber keterlambatan, kesalahan, dan pemborosan dalam sistem pabrikasi
kepada para pengambil keputusan. Ukuran-ukuran penting dari keandalan sistem JIT
akan meliputi faktor-faktor efektivitas siklus pabrikasi berikut:
1. Tingkat
produk cacat/rusak
2. Waktu
siklus
3. Persentase
pengiriman produk yang tepat waktu
4. Akurasi
pesanan
5. Persentase
produksi sesungguhnya dibandingkan dengan produksi yang dianggarkan
6. Jam
mesin sesungguhnya dibandingkan jam mesin tersedia yang direncanakan
Sistem
produksi konvensional menekankan rasio-rasio utilisasi mesin dan tenaga kerja
yang mendorong ukuran-ukuran batch
besar dan produksi yang menghasilkan kuantitas-kuantitas persediaan yang
mengakibatkan masa siklus (cycle time)
pabrikasi yang panjang. Maka dari itu, rasio-rasio produktivitas mesin dan
tenaga kerja konvensional tidaklah konsisten dengan filosofi produksi JIT
dimana operator-operator diharapkan hanya menghasilkan apa yang dimina dan pada
waktunya. Kedua, proses klerikal
akuntansi manajemen disederhanakan oleh pabrikasi JIT karena terdapat lebih
sedikit persediaan yang perlu dipantau dan dilaporkan.
Sistem JIT dan Penentuan Biaya Pokok Produk
Sistem
JIT dapat menyederhanakan alokasi overhead karena perusahaan yang menggunakan
JIT menganut pendekatan publikasi yang jauh lebih terfokus dibandingkan
perusahaan yang memakai metode pabrikasi tradisional. Sebagai pengganti
pemakaian mesin dan lini perakitan panjang pada beberapa lini produk, biasanya
memerlukan tata letak pabrikasi yang diorganisasikan ke dalam sel produksi
kecil. Setiap sel pabrikasi (manutacturing
cell) atau sel produksi (product
cell) ini berisi perlengkapan yang dibutuhkan untuk mengolah produk mulai
sel dari bahn baku sampai menjadi produksi jadi, dan sekelompok kecil karyawan,
sel itu mestilah dilatih dan mampu melakukan bermacam-macam fungsi di dalam
selnya. Karena mesin-mesin dan karyawan spesifik yang ditugasi ke se-sel
pabrikasi yang membuat produk sampai rampung, maka pelurusan biaya-biaya
produksi menjadi lebih mudah ketimbang dalam sistem pabrikasi tradisional. Semua
biaya dikeluarkan dalam sel pabrikasi ini dapat di telusuri ke satu atau
sejumlah produk yang diolah didalam pabrikasi tersebut. Selain itu karena
karyawan umumnya terampil dalam beberapa fungsi dan dapat memunaikan beberapa
pekerjaan mulai dari mengoprasikan mesin sampai mereparasinya, maka biaya
reparasi pemeliharaan akan merosot. Bagian dari overhead akan dapat dibebankan
dihubungkan secara langsung dengan sel-sel pabrikasi tertentu.
Sistem JIT dan Kemamputelusuran Biaya Overhead
Dalam
JIT permasalahan yang berkaitan dengan alokasi dan aktivitas overhead
disederhanakan karena fungsi-fungsi seperti akuntansi, pembelian, pemeliharaan,
dan penanganan bahan baku diorganisasikan untuk mendukung keluaran produk yang
diidentifikasi secara jelas dalam setiap sel produksi. Hasil aplikasi sistem
JIT adalah bahwa banyak biaya tidak langsung dikeluarkan yang akan dialokasikan
kepada beberapa lini produk kini biaya tersebut dapat dihubungkan secara
langsung dengan produk-produk tertentu yang dihasilkan di dalam sel produksi.
Dalam
lingkungan publikasi JIT banyak
aktivitas overhead yang sebelumnya dianggap biaya bersama (common) bagi bermacam-macam lini produk kini ditelusuri secara
langsung ke sebuah produk. Pabrikasi seluler, tenaga antardisipliner dan
aktivitas-aktivitas jasa terdesentralisasi merupakan ciri khas JIT yang
menyebabkan perubahan kemamputelusuran (traceability)
biaya tersebut.
Dalam
struktur departemental banyak produk yang berbeda dapat menjalani proses yang
bertempat di sebuah departemen (misalnya penggerindaan) perampungan proses, produk-produk
kemudian dipindahkan ke proses lainya yang berlokasi di departemen yang berbeda
(misalnya perakitan, pengecatan, dll) walaupun biasanya dibutuhkan seberangkat
proses yang berbeda untuk setiap produknya. Sebagian besar proses dapat diterapkan
kelebih dari satu produk. Sebagai contoh,tiga lini produk yang berbeda mungkin
membutuhkan penggerindaan. Karena lebih dari sati lini produk yang di proses
didalam sebuah departemen, maka biaya departemen tersebut menjadi biaya bersama
bagi semua lini produk yang melalui departemen tadi sehingga dapat di telusuri
secara tidak langsung kesetiap produk. Dalam struktur publikasi selular, semua
proses yang di perlukan untuk produksi setiap produk atau subrakitan utama
dikumpulakan dalam suatu area. Dengan demikian semua biaya operasi sel
publikasi dapat di telusuri secara langsung ke lini produk yang di layaninya.
Perlengkapan
yang dulunya berlokasi di departemen lain, sebagi misal kini di tugasi kembali
ke sel-sel publikasi, di mana sel-sel ini di peruntukan bagi produksi bebuah
produk atau subperakitan. Karena hal ini beban penyusutan kini merupakan biaya produk
yang dapat di telusuri secara langsung. Karyawan-karyawan dengan beragam
keahlian serta desentralisasi jasa turut pula menyumbang dampak ini. Karyawan-karyawan
dalam sel pabrikasi di latih untuk mengoperasikan dan memelihara mesin di dalam
pabrikasi. Selain itu karyawan-karyawan sel juga dapat pula memindahkan
sebagian barang jadi dari mesin satu ke mesin lainnya. Karyawan-karyawan sel
pabrikasi bekerja secara langsung .namun mereka juga melakukan fungsi-fungsi
seperti pemeliharaan, reperasi, dan penanganan bahan baku yang tadinya
merupakan fungsi-fungsi pendukung yang di lakukan oleh karyawan-karyawan khusus
untuk semua lini produk. Oleh karena itu dalam lingkungan JIT banyak biaya yang
dulunya di klafikasikan sebagai biaya tidak langsung kini dapat di telusuri
secara langsung ke lini produk sehingga di klafisikasikan menjadi biaya
langsung. Gambar dibawah ini menguraikan
perbandingan beberapa biaya dalam pabrikasi tradisional dengan
kemaputelusurannya dalam lingkungan JIT.
Sistem
JIT dan Alokasi Biaya Pusat Jasa
Dalam
pabrikasi tradisional pusat jasa (service
center) memberikan dukungan bermacam-macam departemen lini. Dalam
lingkungan pabrikasi JIT, banyak jasa yang terdesentralisasi. Hal ini dilakukan
dengan menugaskan secara langsung karyawan-karyawan dengan keahlian khusus (misalnya
insinyur industrial dan penyusun produksi) ke lini-lini produk dan dengan
pelatihan karyawan-karyawan langsung dalam sel-sel pabrikasi untuk melakukan
aktivitas jasa yang dulunya dilakukan oleh tenaga kerja tidak langsung
(misalnya tugas reparasi mesin). Oleh karena itu biaya jasa yang sekarang dapat
ditelusuri secara langsung ke sebuah sel pabrik dan konsekuensinya, sebuah
produk tertentu.
Dengan
memecah-mecah biaya jasa dan membuatnya dapat di telusuri ke produk-produk, JIT
memberikan kepada manajer pemahaman mendalam mengenai produk sebenarnya. Sistem
JIT juga membuka peluang bagi manajer untuk melakukan pengendalian yang lebih
baik terhadap biaya jasa melalui pemahaman yang lebih dan tanggung jawab yang
diidentifikasi secara lebih jernih. Dalam sistem pabrikasi tradisional, departemen
lini dan jasa dikelola oleh paling tidak dua manajer yang berbeda. Secara
teknis dalam latar seperti itu manajer departemen jasa bertanggung jawab atas
pengeluaran biaya jasa, walaupun demikian manajer lini juga mempunyai andil
dalam persoalan itu karena biaya jasa mempengaruhi biaya produk terhadap mereka
bertanggung jawab. Sayangnya, dalam sistem tradisional ini manajer hanya mampu
melakukan kendali tidak langsung atas biaya jasa. Karena dalam JIT jasa-jasa
didesentralisasikan, manajer operasi kini mengemban tanggung jawab langsung
atas banyak biaya jasa.
Sistem
JIT dan Implikasinya Terhadap Biaya Tenaga Kerja Langsung
Pada
waktu perusahaan merupakan JIT, biaya tenaga kerja langsung dikurangi
signifikan.selain itu karena tenaga kerja langsung menjadi terlatih dalam
fungsi, tingkat biaya tenaga kerja langsung cenderung stabil pada saat prosuk
berfluktuasi. Sebagai misal, karyawan-karyawan sel pabrikasi dapat di karyakan
melakukan tugas pemeliharaan preventif selama periode kendornya aktivitas
pabrik,maka dari itu dicapai dua hasil: (1) tenaga kerja langsung menurun
sebagai presentase dari jumlah biaya pabrikasi, dan (2) tenaga kerja langsung
berubah yang sifatnya variabel ke tetap. Karena biaya tenaga kerja langsung
menyurut penekanan pada pelacakan dan pelaporan biaya tenaga kerja langsung
ikut berkurang secara signifikan.
ELEMEN-ELEMEN KUNCI SISTEM JIT
Terdapat
lima elemen kunci demi keberhasilan sistem JIT. Elemen-elemen ini meliputi
jumlah pemasok yang tebatas, perbaikan tata letak pabrik pengurangan, waktu
yang dibutuhkan untuk memulai produksi, pencapaian kendali mutu terpadu (quality control, TQC), dan pembentukan
gugus kerja yang fleksibel.
Jumlah Pemasok yang Terbatas
Dalam
sistem JIT, pemasok-pemasok diperlukan sebagai mitra dan biasanya kontrak
jangka panjang dengan perusahaan.para pemasok merupakan bagian dari yang
membuat system JIT, memastikan masukan-masukan bermutu dan pengiriman yang
tepat waktu. Supaya aplikasi system JIT berjalan mulus, perusahaan mestilah
belajar untuk bergantung pada segelintir pemasok yang bersedia melakukan
pengiriman-pengirim yang kerap dalam jumlah-jumlah yang kecil. Alih-alih
mengirimkan suku cadang dan bahan baku dalam jumlah besar sekali seminggu (atau
sekali sebulan), pemasok-pemasok tadi harus bersedia melakukan pengiriman
sesering mungkin dalam satu hari dan dalam kuantitas yang tepat seperti yang
dituntut oleh pembeli. Dalam beberapa situasi, pemasok menempatkan
fasilitas-fasilitas mereka didekat perusahaan pabrikasi. Pemasok mestilah
bersedia mengirimkan bahan baku dan suku cadang bermutu karena mereka langsung
menuju ketempat kerja dalam pabrik pabrikasi. Hal ini menghilangkan kebutuhan untuk
menginspeksi bahan baku dan suku cadang pada saat kedatangan bahan baku, dan
karenanya memotong juga waktu yang dibutuhkan untuk mengkonversikan bahan
baku menjadi produk jadi pemasok menjadi
ekstensi perusahaan. Komunikasi-komunikasi yang regular termasuk hubungan
elektronik (electronic lingkage) dan
pertukaran data elektronik (electronic
data exchange ), dan telaah kinerja dengan para pemasok cenderung
mengarahkan kinerja dan hubungan-hubungan kerja dimasa yang akan datang
Perusahaan
dan pemasok-pemasok memperoleh manfaat apabila JIT diterapkan.perusahaan
mendapat faedah karena menerima bahan-bahan baku pada waktunya, mengakibatkan
perusahaan tidak perlu menumpuk persediaan bahan baku.Pada gilirannya halmini
akan menyebabkan penghematan pada penyimpanan, penanganan, dan biaya-biaya
bunga pemasok bahan baku memperoleh manfaat karena mereka diberikan kontrak
jangka oanjang yang menjamin usahanya selama mereka sanggunp memenuhi
ketentuan-ketentuan pengiriman yang ditetapkan oleh perusahaan. Supaya system
JIT menuai sukses, pemasok-pemasok marjinal dan tidak terhandalkan haruslah
disingkirkan dan semua pengerjaan terkonsentrasi pada pemasok-pemasok yang
sudah terbukti terandalkan.
Tingkat Persediaan yang Minimal
Berlawanan
dengan lingkungan pabrikasi tradisional, dimana bahan baku, suku cadang, dan
pasokan dibeli jauh-jauh hari sebelumnya dan disimpan di gudang sampai
departemen produksi membutuhkannya, maka dalam lingkungan JIT bahan baku dan
suku cadang dibeli dan diterima hanya ketika dibutuhkan saja. maka dalam
lingkungan JIT adalah untuk memastikan bahwa setiap stasiun kerja mengahasilkan
dan mengirimkan unsur-unsur yang tepat untuk kestasiun berikutnya pada kualitas
yang tepat pada waktu yang tepat.
Pembenahan Tata Letak Pabrik
Untuk
mencapai JIT secara benar,perusahaan perlu membenahi arus lini-lini pabrikasi
dalam pabrik-pabriknya. Arus lini adalah jalur fisik yang dilewati oleh sebuah
produk pada saat bergerak melalui proses pabrikasi dari penerimaan bahan baku
sampai ke pengiriman barang jadi.
Secara
tradisional, perusahaan-perusahaan merancang lantai-lantai pabrik mereka
sedemikian rupa sehingga mesin-mesin yang sejenis dikelompokkan bersama. Sistem
JIT menggantikan tata pabrik tradisional dengan suatu pola sel pabrikasi.
Pengurangan Setup Time
Masa
pengesetan mesin (setup time) adalah
waktu yang dibutuhkan untuk mengubah perlengkapan, memindahkan bahan baku, dan
mendapatkan formulir-formulir terkait dan bergerak cepat guna mengakomodasikan
produksi unsur yang berbeda. Setup time
kerap sedemikian lamanya (dan mahal pula) sehingga begitu waktu pengesetan ini
selesai, perusahaan-perusahaan meyakini bahwa mereka terlebih dahulu harus
melakukan pengoperasian mesin produksi (production
run) yang lama sebelum berhenti dan siap kembali mengolah unsur yang
berlainan. Permasalahan dengan production
run yang lama adalah bahwa cara ini menunmpuk persediaan yang mesti
menunggu berhari-hari, berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan sebelum
menjalani pemrosesan lebih lanjut pada stasiun kerja berikutnya.
Salah
satu cara menghindari large-batch
production adalah dengan mengurangi masa pengesetan mesin. Apabila
perusahaan sanggup memotong masa pengesetan mesin. apabila perusahaan sanggup
memotong masa pengesetan mesin untuk sebuah produk dari satu hari menjadi hanya
satu jam saja, sebagai misal, maka perusahaan akan sanggup memproduksi
produk-produk secara ekonomis dalam batchs
yang lebih sedikit. Pada gilirannya, gugus produk yang lebih sedikit ini akan
mengurangi tingkat persediaan barang dalam proses dan barang jadi perusahaan.
Minimisasi waktu pengesetan mesin meningkatkan fleksibilitas karena lebih mudah
bagi perusahaan untuk mengganti produksi ke produk yang berbeda. Waktu yang
dihabiskan untuk mesin mengurangi waktu yang tersedia untuk menjalankannya, dan
konsekuensinya memotong kapasitas produksi. Pengurangan set-up time memungkinkan gugus produk yang lebih sedikit yang tidak
secara signifikan meningkatkan biaya per unit. Hal ini juga meningkatkan
kapasitas pabrik terlepas dari keragaman produk dan permintaan. Dengan
demikian, kebutuhan akan tingkat persediaan produk jadi yang tinggi dapat
dikurangi secara signifikan. Akan terdapat banyak penghematan karena tingkat
biaya penyimpanan persediaan yang lebih rendah. Pendapatan akan lebih tinggi
karena setup time yang lebih singkat
sehingga sisa waktu yang ada dapat dipakai untuk menghasilkan barang-barang.
Selain itu, perusahaan akan mampu berpindah dari produksi satu lini produk lini
lainnya secara lebih lincah dan, dengan demikian, mencapai respons pasar yang
lebih cepat terhadap kebutuhan-kebutuhan pelanggan.
Kendali Mutu Terpadu
Aktivitas-aktivitas JIT
menghasilkan produk-produk bermutu tinggi karena produk-produk diolah dari
bahan baku bermutu tinggi dan inspeksi produk dilakukan pada seluruh proses
produk. Tidak sebagaimana metode pabrikasi tradisional, dalam sistem JIT inspeksi
dianggap sebagai aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah bagi produk
sehingga lingkungan JIT memasukkan inspeksi ke dalam operasi produksi yang
berkelanjutan. Operator mesin JIT menginspeksi produk-produk pada waktu
produk-produk tadi melewati proses produksi. Operator yang menemukan adanya
cacat akan menentukan penyebabnya. Prosedur inspeksi yang terintegrasi ini,
disertai bahan baku bermutu tinggi, menghasilkan barang jadi bermutu tinggi.
Agar
JIT berjalan dengan mulus, perusahaan perlu mengembangkan sistem kendali mutu
terpadu (total quality control, TQC)
atas komponen-komponen dan bahan bakunya. TQC berarti bahwa perusahaan tidak
akan membolehkan penerima komponen dan bahan baku yang cacat dari para pemasok,
pada barang dalam proses atau pada barang jadi. Kebutuhan akan TQC jelas;
karena sebuah stasiun kerja hanya
menyediakan komponen-komponen dan bahan-bahan baku yang diminta oleh stasiun
kerja berikutnya, satu atau dua komponen cacat dapat memacetkan keseluruhan
perakitan. Untuk menangkal terjadinya peristiwa ini, perusahaan mesti
mempertahankan program kendali mutu menyeluruh yang berkelanjutan. Pendekatan
TQC ini sangat bertentangan dengan doktrin tradisional yang disebut tingkat
mutu yang dapat diterima (acceptable
quality level, AQL). AQL mentoleransi atau memperkenakan cacat produk
sevatas tidak melebihi tingkat yang sudah ditentukan sebelumnya.
TQC
bertolak dari para pemasok perusahaan. Pemasok-pemasok yang tidak terandalkan
akan dipinggirkan dan semua pembelian bahan baku akan terpusat pada beberapa
pemasok yang sudah terbukti dapat diandalkan dalam memenuhi jadwal pengiriman JIT. Keterandalan ini melebar pula melebar pula ke mutu dan ketepatan karena
sebagai bagian dari program sertifikasi mereka, para pemasok haruslah
menunjukkan bahwa mereka akan menginspeksi barang-barangnya sebelum
dikirimkansehingga barang-barang kiriman ke perusahaan akan terbebas dari
setiap kerusakan atau cacat. Oleh karena itu, tanggung jawab atas inspeksi
barang-barang yang masuk dan tanggung jawab atas kendali mutu digeser dari
perusahaan ke tangan pemasoknya. Mutu produk haruslah sangat baik karena
karyawan-karyawan tidak mempunyai persediaan untuk ditarik sebagai pengganti
manakala terjadi kesalahan-kesalahan atau kerusakan-kerusakan.
Tenaga Kerja yang Fleksibel
Dalam lingkungan
pabrikasi konvensional, tenaga kerjanya biasanya terspesialisasi. Para karyawan
dilatih untuk menunaikan satu jenis tugas, misalnya mengoperasikan mesin
gerinda saja. Karena tata letak pabrik dalam lingkungan JIT berbeda dari lingkungan
pabrik konvensional, karyawan harus mempunyai bermacam-macam keahlian teknis.
Dalam lingkungan kerja JIT, para karyawan mungkin diminta mengoperasikan
beberapa jenis mesin secara simultan. Karyawan yang ditugaskan kepada sel-sel
pabrikasi diharapkan mengoperasikan semua perlengkapan yang ada di dalam sel
pabrikasi tersebut. Ini berarti bahwa para karyawan akan diserahi mesin-mesin
yang berbeda bilamana dibutuhkan ketimbang bekerja setiap hari pada satu jenis
peralatan saja. Selain itu, karena JIT mensyaratkan agar para karyawan
menghasilkan hanya yang dibutuhkan oleh stasiun kerja berikutnya, maka manakala
kebutuhan-kebutuhan ini telah dipenuhi, karyawan dalam sel pabrikasi tersebut
diaharapkan melakukan reparasi-reparasi kecil dan pekerjaan pemeliharaan pada
perlengkapan mesin yang ada di sel pabrikasinya. Pendekatan ini sudah barang
tentu berbeda dari lini perakitan konvensional dimana seorang karyawan hanya melakukan satu
tugas saja, dan tugas pemeliharaan mesin biasanya dilakukan oleh bagian pemeliharaan.
Selain
fleksibilitas dalam tugas-tugas produksi yang mereka tunaikan,
karyawan-karyawan dalam lingkungan JIT juga bertanggung jawab atas pelaksanaan
inspeksi yang dibutuhkan atas keluaran mereka.
PENENTUAN BIAYA POKOK KONVENSIONAL: TARIF OVERHEAD SELURUH PABRIK
Perusahaan
dapat memakai tarif overhead ditentukan di muka untuk membebankan atau
mengalokasikan biaya overhead pabrikasi ke produk-produk. Apabila hanya satu
produk saja yang diproduksi, maka alokasi tadi relatif mudah dilakukan. Karena
semua biaya overhead disebabkan oleh sebuah produk, semua biaya overhead yang
dianggarkan akan dialokasikan ke produk tersebut.
Pada
saat beberapa produk diproduksi, setiap produk mestilah mendapat alokasi bagian
dari biaya overheadnya. Tarif overhead ditentukan di muka seluruh pabrik (plant-wide predetermined overhead rate)
dihitung dengan membagi jumlah biaya overhead dianggarkan dengan dasar
aktivitas seluruh pabrik (plant-wide
activity base), yang rumusnya sebagai berikut:
Dasar aktivitas yang dipakai biasanya yang
berkaitan dengan volume. Dasar aktivitas yang berkaitan dengan volume (volume-related activity base) adalah
dasar yang berkaitan dengan volume produksi, sepertiekuivalen unit, jam kerja
langsung, atau jam mesin langsung. Walaupun akuntan menyebut metode ini dengan
metode seluruh pabrik (plant), namun
pada kenyataannya pabrik disini tidaklah harus mengacu kepada fasilitas
pabrikasi, tetapi bisa pula mengacu ke toko, rumah sakit, atau segmen multi
departemen lainnya dari sebuah perusahaan. Sebuah bank, sebagai umpama, dapat
menerapkan overhead ke rekening-rekening yang berlainan, ke berbagai jenis
pinjaman, dan ke berbagi produk yang hanya memakai sebuah tarif overhead untuk
keseluruhan bank nersangkutan.
Manakah
manajemen memakai tarif di seluruh pabrik, besarnya overhead pabriksi
dibebankan ke semua produk dengan tarif tunggal. Gambar dibawah ini melukiskan arus overhead pabrikasi kedua produk dengan
memakai tarif tunggal seluruh pabrik.
Berikut ini diuraikan ilustrasi alokasi
biaya overhead pabrikasi dengan memakai tarif tunggal seluruh pabrik. Anggaplah
PT Menjangan Perak mempunyai overhead pabrikasi dianggarkan sebagai berikut:
Listrik..................................................................................................... Rp 180.000
Tenaga kerja tidak
langsung.................................................................. 3.000.000
Penyusutan............................................................................................. 1.350.000
Jumlah overhead
pabrikasi............................................................... Rp 4.800.000
PT Menjangan Perak memproduksidua lini
produk, produk RX dan Produk pada dua departemen, yakni Departemen Perakitan
dan Departemen Pengecatan Menjangan Perak merencanakan untuk memproduksi 1.000
unit masing-masing produk tadi. Untuk memproduksi per unit Produk RX dan Produk
MZ masing-masing diperlukan 12 dan 8 jam kerja langsung. Manajemen perusahaan
ini merencanakan untuk mengalokasikan overhead pabrikasi ke produk-produknya
berdasarkan jam kerja llangsung dianggarkan. Jam kerja langsung tahunan
dianggarkan untuk pabrik sebanyak 20.000 jam, yang ditentukan dengan kalkulasi
berikut:
Produk
RX Produk MZ Jumlah
Unit
produk yang diproduksi................................... 1.000 1.000 2.000
Tarif overhead ditentukan di muka seluruh
pabrik Rp240 per jam kerja langsung ini dapat dipakai untuk mengalokasikan
overhead pabrikasi kepada setiap produk dengan cara berikut:
Penggunaan tarif tunggal overhead seluruh
pabrik, seperti yang baru saja diuraikan sebelumnya, menganut asumsi bahwa
aktivitas-aktivitas yang memicu biaya overhead sama di semua departemen dan
produk. Apabila jam kerja langsung ternyata tidak berkaitan dengan biaya
overhead pabrikasi yang dikonsumsi pada semua departemen, maka biaya overhead
akan keliru dialokasikan dan biaya produk akan mengalami distorsi. Sebagai
umpama, apabila sebuah departemen bersifat intensif tenaga kerja, sedangkan
departemen lainnya intensif modal, maka aktivitas-aktivitas yang menyebabkan
biaya overhead kemungkinan akan berbeda di antara dua departemen tadi.
Departemen intensif modal kemungkinan akan mempunyai biaya overhead berkaitan
dengan mesin yang tinggi, seperti biaya reparasi dan pemeliharaan. Departemen
intensif tenaga kerja akan mempunyai biaya overhead berkaitan dengan tenaga
kerja yang tinggi, seperti biaya kepenyeliaan. Apabila produk mengkonsumsi
sumber daya secara berbeda pada semua departemen, sistem alokasi biaya haruslah
memakai pendekatan tarif departemen untuk menghindari distorsi biaya pokok
produksi.
Bersambung di halaman berikutnya.....
Bersambung di halaman berikutnya.....
Meskipun belum paham, tapi ini ilmu yang perlu dipelajari. Terima kasih artike yang bagus ini.
ReplyDeleteJika ada waktu luang silakan mampir ke blog kami: ANEKA CARA BLOG
Terima kasih.